Minggu, 11 Januari 2009

TantangaN Remaja dalam berpacaRan masa kini


Tantangan Remaja sekarang Lebih besar

SEKS DALAM BERPACARAN


Seorang pria dan seorang wanita yang berpacaran dalam abad ini memang menghadapi suatu tantangan yang luar biasa beratnya. Dari luar tantangan sudah begitu berat, dari dalam dirinya gangguan atau gejolak seksual juga memang sedang pada puncaknya.

Bagaimana mereka menahan diri menghadapi semua ini, memang merupakan perjuangan yang sangat besar, jauh lebih besar dari pada perjuangan kita lebih dari 20 tahun yang lalu.




Tuhan memanggil kita baik yang pria maupun yang wanita, untuk menjaga kesucian kehidupan ini. Karena dorongan dan godaan itu begitu besar, maka sekarang kita harus melakukan beberapa hal yang bersifat pencegahan:

Saya anjurkan bagi yang sedang berpacaran dari awalnya, baik perempuan maupun si pria harus menentukan batas fisik, seberapa dekat mereka akan mendekatkan diri. Dalam pengertian keduanya harus menyepakati hal apa yang boleh dilakukan dan hal apa yang tidak boleh dilakukan. Misalnya : tidak boleh menyentuh bagian-bagian tubuh yang erotis, membatasi diri dalam berpelukan, menjaga seberapa jauh atau seberapa panas berciuman.

Sebagai orang Kristen kita harus menghormati bahwa tubuh pasangan kita adalah kudus. Sewaktu saya memegang-megang dengan sembarangan, itu berarti saya mencemari tubuh yang kudus tersebut.

Saya mau mengingatkan baik kepada pria maupun wanita, waktu engkau memberikan tubuh sembarangan yakinlah satu hal bahwa engkau telah membuat dirimu sangat murah di hadapan pasanganmu. Seorang pria pada umumnya akan menghormati wanita yang tidak bersikap sembarangan.

Bagi yang sedang berpacaran ingatlah prinsip ini, semakin lambat semakin baik. Artinya jangan mengawali pacaran dengan hal-hal seksual atau jangan mengawali masa pacaran dengan tindakan fisik yang terlalu berani, terlalu cepat. Kalau pada kali pertama sudah begitu cepat, tinggal tunggu waktu sebelum akhirnya melakukan hubungan seksual.


Prinsip yang berikutnya yakni kita harus mempunyai tanggung jawab yang sama, yang konsisten antara di depan orang banyak, di depan publik dan hanya di antara kita berdua. Artinya janganlah kita melakukan hal-hal yang tidak berani kita pertanggungjawabkan secara umum.

Seks yang terlalu menjadi bagian dalam masa berpacaran akan mengaburkan perspektif orang yang sedang berpacaran. Mungkin ada ketidakcocokan yang seharusnya mereka sadari, tidak mereka sadari karena seks telah mengikat mereka.

Mungkin ada hal-hal yang harus mereka tegaskan kepada pasangannya, tidak mereka tegaskan, karena seks telah memenuhi kebutuhan mereka




Pacaran Sehat, Hindari Seks Pranikah
Remaja Perlu Ruang-ruang Publik

DARI hasil survai BKKBN Propinsi Bali dan KKS FE Unud terungkap bahwa 15,5% remaja di Bali setuju seks pranikah. Zaman sudah berubah, pola pikir dan perilaku remaja pun ikut berubah. Sepuluh tahun silam tak terbayangkan bahwa setiap remaja akan mengantongi "jimat" yang begitu dahsyat sehingga dengan sentuhan ujung jarinya segala informasi bisa lalu lalang, termasuk gambar dan adegan yang paling privat sekali pun. Perlukah kaget dan heran?
setiap Remaja pasti punya tanggapan masing-masing.
-------------


Etika berbusana warisan leluhur yang membungkus rapat tubuh wanita kini tak berbekas. Dengan leluasa kini orang bisa menikmati indahnya cekungan pusar dan lekukan pinggul remaja di tempat-tempat umum. Jadi, wajar saja jika paradigma remaja tentang perilaku seksual pun mengalami perubahan, apalagi "cuma" 15,5%.

Free sex adalah bagian dari life style yang bersanding dengan modernitas yang diusung oleh globalisasi. Bukan hanya remaja, jika disurvai orang dewasa (orangtua) pun pasti lebih dari 15,5% yang berselingkuh. Persoalan ini harus dipandang secara proporsional dan kontekstual, alih-alih bereaksi negatif terhadap remaja dengan tindakan-tindakan yang represif.



Karakter Remaja
Remaja adalah kelompok sosial yang kurang diakomodasi kebutuhannya, bahkan lebih sering diawasi dan dicurigai gerak-geriknya. Hormon seksual yang sedang berkembang pesat, ditambah kebutuhan psikologis untuk keluar dari diri sendiri, dan berhubungan dengan orang lain secara intim, menjadikan fenomena "pacaran" sebagai obsesi dan prioritas.

Apalagi fenomena ini juga dicitrakan melalui media dengan gencar -- semua sinetron remaja bertutur tentang pacaran dan cinta, juga teenlit dan lagu pop. Persoalannya, banyak remaja kurang trampil dan prigel dalam berpacaran sehingga mudah tergelincir dan terlibat dalam tindakan seksual yang kebablasan. Oleh sebab itu, yang dibutuhkan adalah bagaimana remaja bisa berpacaran dengan cerdas sehingga bisa melindungi dirinya sendiri dan sadar akan apa yang dilakukannya.

Remaja membutuhkan informasi dan ketrampilan yang berhubungan dengan seksualitas, namun sumber dan kesempatan untuk itu sangat terbatas. Para "pedagang" seminar yang sekarang sedang menjamur pun tak mau melirik kalangan remaja karena memang tidak "menguntungkan". Sekolah pun lebih sibuk dengan les pelajaran, sedangkan di pihak pemerintah tidak jelas siapa yang bertanggung jawab memfasilitasi kaum remaja.

Di samping pengetahuan dan ketrampilan mengenai seksualitas, remaja juga membutuhkan sarana untuk mengekspresikan diri dan menyalurkan energinya yang sedang membuncah. Fasilitas apa yang tersedia? Adakah di setiap kota atau kabupaten semacam gelanggang remaja tempat segala aktivitas olahraga dan seni terwadahi dan terakomodasi?

Mengacu pada teori Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk) yang yang dikemukakan Dr. Howard Gardner, setiap anak memiliki potensi kecerdasan tertentu yang perlu dikenali dan dikembangkan. Istilah ekstrakurikuler pun bersifat diskriminatif karena seakan-akan aktivitas-aktivitas yang ada di dalamnya tidak penting.

Seluruh aktivitas yang terencana dengan tujuan yang jelas seharusnya bersifat kurikuler. Dengan cara demikian, aktivitas-aktivitas yang selama ini dinamakan "ekstrakurikuler" seperti teater, musik, olahraga, dan lainnya bisa diperlakukan dan diakui secara sama dengan aktivitas belajar yang lain, termasuk pengelolaan, pendanaan, dan penyediaan fasilitasnya.

Dengan memiliki satu aktivitas yang disukai dan dipilihnya sendiri, remaja bukan hanya bisa menyalurkan energinya, melainkan juga menumbuhkan rasa harga dirinya. Energi seksual yang berlimpah bisa dikonversi (sublimasi) ke dalam berbagai aktivitas yang sehat dan bermanfaat. Bahkan kecenderungan remaja untuk "menantang bahaya" perlu disalurkan secara positif, misalnya panjat tebing atau arena balap akan mengurangi praktik "trek-trekan" di jalan umum yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Menuntut remaja untuk berperilaku seperti yang kita harapkan tanpa disertai pemahaman dan penyediaan fasilitas yang memadai sama saja bohong.



Pacaran yang Aman

Kembali ke urusan cinta dan pacaran di kalangan remaja. Ribuan tangkai mawar dan kiloan coklat yang diserbu remaja setiap Valentine Day adalah tanda bahwa mereka membutuhkan sarana untuk mengekspresikan gejolak hatinya. Sayang sekali budaya dan tradisi kita memang pelit untuk urusan cinta, jangan salahkan kalau mereka mengadopsi budaya asing.

Kalau kita mengakui fenomena pacaran pada masa remaja berarti remaja membutuhkan tempat pacaran yang aman dan nyaman. Karena fasilitas itu tak tersedia, sementara di rumah juga dilarang orangtua, mereka pun berpacaran di tempat-tempat yang "berbahaya". Ada yang di gelap remang lapangan, sudut-sudut desa nan sepi, atau di pinggiran pantai. Tempat-tempat semacam ini pun rawan dengan pemerasan preman dan garukan petugas Tramtib atau Satpam.

Untuk menghindari itu, sebagian memilih di pekat gelapnya bioskop atau justru di tengah keramaian mal-mal yang sedang menjamur di kota. Ada juga yang mencari tempat aman tetapi justru terperangkap "bahaya" yang lebih besar, yakni di kamar-kamar kos!

Sudah saatnya pemerintah kota atau kabupaten memikirkan semacam taman kota tempat para remaja bisa berpacaran dengan aman dan nyaman. Justru di tempat terbuka seperti ini tak mungkin remaja yang sedang berpacaran akan melakukan tindakan yang di luar batas kewajaran.

Para orangtua pun seharusnya justru menganjurkan agar anak remajanya berpacaran di teras rumah atau ruang tamu saja agar tetap terawasi. Karena mustahil orangtua bisa mengawasi anak remajanya selama 24 jam, jalan terbaik adalah sejak dini menanamkan self-control dalam diri anak-anaknya. Karena seks adalah bagian dari dirinya sendiri, tak ada yang bisa menolong dari bahaya seks kecuali dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar